Biasanya
setelah orangtua mulai mengetahui karakter dan potensi anak berdasarkan hasil
Analisa Sidik Jari, pertanyaan yang sering muncul adalah pemilihan sekolah yang
tepat bagi sang buah hati.
Dalam bukunya yang berjudul Brain Child, Tony Buzan pernah membahas hal ini :
"Haruskah
kita membiarkan anak-anak kita lebih banyak bermain dan mengirim
mereka
ke sekolah yang mengutamakan waktu bermain, atau haruskah kita
membatasi
waktu bermain dan mengirim mereka ke sekolah yang memusatkan
perhatian
pada aspek-aspek pembelajaran yang dianggap 'lebih penting’,
mendorong
mereka untuk memperoleh nilai dan hasil ujian akademis yang
tinggi?"
Pertanyaan
ini semakin banyak diajukan oleh para orangtua yang bingung,
terjebak
dalam apa yang nampaknya menjadi situasi serbasalah, antara intuisi
samar-samar
bahwa bermain bagaimanapun bermanfaat, dan kesadaran
sungguh-sungguh
bahwa keberhasilan akademis mempunyai korelasi dengan
keberhasilan
di "dunia luar".
Sebagaimana
halnya argumen tentang IQ versus kreativitas, Alam versus
Asuhan,
dan kemampuan menggunakan tangan kiri versus tangan kanan,
kekurangan
argumen ini terletak pada dikotomi "ini atau itu", dan kegagalan
untuk
menyadari bahwa justru dengan melakukan dua hal sekaligus kita sering
sekali
membutuhkan lebih sedikit waktu dan menjadi lebih produktif daripada
melakukan
hanya salah satu dari keduanya.
Intuisi
dan akal sehat para orangtua selalu mendukung kegiatan bermain
Untunglah
sekarang semakin banyak penelitian yang membuktikan kebijaksanaan
kultural
tersebut.
Para
peneliti di Baylor College of Medicine di Houston, Texas, telah melaporkan
bahwa
keberadaan mainan pada masa bayi telah dikaitkan dengan perkembangan IQ anak di
usia tiga tahun. Di samping itu Penelitian Baylor melaporkan bahwa otak anak-anak
yang tidak bermain berkembang 20 sampai 30 persen lebih kecil daripada rekan-rekan
mereka yang lebih banyak bermain. Penelitian ini ditunjang oleh Dr.Glenn
Doman dan Dr. Kathleen Alfano, seorang Psikolog Anak dan Bermain, yang
menunjukkan pokok penemuannya dengan memperlihatkan hasil pemindaian otak dari
anak normal dan anak telantar (responden anak-anak telantar ini diambil dari
berbagai panti asuhan di Roma tempat anak-anak yang menjadi korban peperangan
ditinggalkan duduk sendirian sepanjang hari, sering kali dalam keadaan terikat
di ranjang lipat mereka). Pada hasil pemindaian anak-anak ini, Dr. Alfano memperlihatkan
adanya jalur susunan saraf berwarna cerah pada anak-anak yang normal, dan
sejumlah bintik kecil gelap yang tampak jelas secara dominan pada hasil pemindaian
anak-anak telantar.
Penelitian
Dr. Alfano juga telah menunjukkan bahwa anak yang lebih banyak ber-
main
dengan banyak gerakan, menjadi lebih gembira, pekerjaan sekolah mereka lebih
berhasil, dan lebih mampu mengembangkan keterampilan yang kelak mereka butuhkan
dalam hidup.
Penelitiannya
menunjukkan pernyataan yang keliru dari kedua pendapat yang menjadi pertanyaan
di pembahasan ini. Jawabannya adalah: BERMAIN SEKALIGUS BELAJAR. Penelitian Dr.Alfano
juga telah memberikan hasil akhir positif yang sama dengan penelitian Dr.Doman,
terutama yang menyangkut vitanya gerakan bayi dalam perkembangannya. Dia telah
menunjukkan bahwa gerakan sangatlah penting untuk dijadikan salah satu elemen
dalam permainan karena gerakan berasal dari bagian otak, sama dengan aspek-aspek
pembelajaran lain yang juga berasal dari otak. Dengan demikian, hasil penelitian
ini memperlihatkan dukungan langsung terhadap gagasan yang menyatakan aktivitas
fisik merupakan hal penting dalam merangsang kemampuan mental (lagi-lagi mens
sana in corpore sano). Penelitian-penelitiannya menunjukkan sebuah contoh mengejutkan
dari seorang anak yang sedang belajar membaca dan mendapatkan kesulitan dalam
menghubungkan kata-kata dengan huruf awalnya. Anak ini diberikan latihan
gerakan seperti yang direkomendasikan oleh Dr. Doman. Hasilnya adalah perkembangan
yang sangat berarti dalam kemampuan anak untuk menghubungkan (A) dengan apel,
(B) dengan bayi, (C) dengan cilik.